Beranda | Artikel
10 Kunci Kebahagiaan
Selasa, 19 Juli 2022

Bersama Pemateri :
Syaikh Prof. Dr. Ashim Al-Qaryuti

10 Kunci Kebahagiaan adalah tabligh akbar yang disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. Ashim Al-Qaryuti Hafidzahullah pada Ahad, 17 Dzulhijjah 1443 H / 17 Juli 2022 M.

Kajian Tentang 10 Kunci Kebahagiaan

Ada sepuluh kunci di antara kunci-kunci kebahagiaan yang insyaAllah mendatangkan kebaikan yang sangat banyak untuk kita semuanya.

1. Beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala

Beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenar-benar keimanan serta menghambakan diri beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan ibadah yang benar, yang sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena seorang mukmin akan mendapatkan kebahagiaan tatkala dia berusaha berjalan diatas jalan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjalankan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tatkala seorang mukmin diuji dengan musibah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka dia bersabar atas ujian tersebut. Dan dia mengimani kebenaran firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang orang-orang yang sabar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

… إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Bahwasanya orang-orang yang bersabar akan diberikan balasan dengan tanpa hisab oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Az-Zumar[39]: 10)

2. Senantiasa berusaha melihat kondisi orang-orang yang berada di bawah dirinya

Menit ke-11:53 Kita melihat kepada orang-orang di bawah kita baik dalam masalah rezeki, harta, kedudukan, fisik dan perkara-perkara dunia yang lain.

Tatkala seseorang hanya melihat orang-orang yang dilebihkan dari perkara-perkara dunia, maka hal tersebut akan membawa seseorang kepada jalan sempitnya hati dan kehidupan. Namun tatkala seorang hamba berusaha memperhatikan dan melihat orang-orang yang di bawah tentang perkara-perkara dunia, barulah dia akan merasakan bahwasanya nikmat Allah kepada dirinya sangat besar. Hal ini akan membawa dia untuk mensyukuri nikmat dan tidak mengkufuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan cara itulah seorang hamba akan mampu mendapatkan kelapangan dan kebahagiaan hidup.

Poin diatas telah diisyaratkan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di dalam sabda beliau:

انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ

“Lihatlah orang yang berada di bawah kamu (dalam perkara dunia), dan jangan lihat orang yang berada di atas kamu (dalam perkara dunia). Cara seperti itu akan membuat seorang hamba tidak mengecilkan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maknanya bahwa seorang mukmin tidak boleh mengecilkan nikmat Allah yang Allah berikan kepada dirinya. Dan jangan sampai kita merasa bahwasanya apa yang Allah berikan kepada kita tidak ada nilainya. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada kita kebaikan yang sangat banyak.

Tatkala seseorang mampu mengamalkan hadits diatas, maka dia akan menjadi seorang hamba yang bersyukur atas nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

3. Berbuat baik kepada makhluk

Menit ke-16:58 Di antara kunci kebahagiaan adalah berbuat baik kepada makhluk, baik dengan lisan kita ataupun dengan amal perbuatan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأَنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Dan berinfaklah dijalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan jangan kamu melemparkan dirimu kepada kebinasaan, dan berbuat baiklah. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah[2]: 195)

Makna perbuatan baik di sini mencakup hubungan antara seorang hamba dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dimana seorang hamba berbuat ihsan dengan cara beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala seolah-olah dia melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan juga kata ihsan mencakup perbuatan baik kepada makhluk seluruhnya, meskipun dia adalah orang kafir.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

“Tidak ada kebaikan pada pembicaraan rahasia di antara mereka, kecuali orang yang memerintahkan kepada sedekah, kepada perbuatan yang ma’ruf, serta mengadakan perbaikan di tengah-tengah manusia. Dan barangsiapa yang melakukan hal tersebut dalam rangka mengharapkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka akan Kami berikan kepadanya pahala yang sangat besar.” (QS. An-Nisa`[4]: 114)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda:

إِنَّ اللهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيءٍ

“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mencatatkan untuk kita berbuat kebaikan dalam segala sesuatu.” (HR. Muslim)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengarahkan orang-orang beriman kepada perbuatan ihsan, sampai-sampai dalam hal menyembelih hewan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ، وَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ

“Hendaknya kalian menajamkan pisau-pisau kalian dan membuat nyaman hewan-hewan yang akan kalian sembelih.” (HR. Muslim)

Lihatlah bagaimana keagungan akhlak di dalam Islam. Sampai-sampai tatkala seorang mukmin bermuamalah dengan hewan, diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk berbuat baik kepada mereka.

4. Merenungkan nikmat-nikmat Allah

Menit ke-23:02 Hendaknya seorang hamba berusaha untuk merenungkan nikmat-nikmat Allah yang telah Allah berikan kepada dirinya, secara khusus nikmat yang paling layak untuk kita perhatikan adalah nikmat iman dan nikmat Islam.

Dan jangan sampai kesibukan kita hanya sebatas memikirkan tentang rezeki-rezeki duniawiyah. Karena perkara tersebut sudah dijamin oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيرِهَا

“Barangsiapa yang masuk di pagi hari merasa aman di rumahnya, sehat fisiknya, dan mendapatkan makanan yang bisa dia makan untuk hari itu saja, maka seolah-olah dia memiliki dunia dan seisinya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan yang lainnya)

Maka rezeki dunia sudah dijamin oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada setiap hamba-hambaNya.

5. Senantiasa bergantung kepada Rabbnya

Menit ke-26:12 Hendaknya seorang mukmin senantiasa bergantung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka dia meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kebaikan dalam urusan agama dan dunianya. Dan perkara ini diisyaratkan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di dalam doa beliau:

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِى دِينِىَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِى وَأَصْلِحْ لِى دُنْيَاىَ الَّتِى فِيهَا مَعَاشِى وَأَصْلِحْ لِى آخِرَتِى الَّتِى فِيهَا مَعَادِى وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِى فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِى مِنْ كُلِّ شَرٍّ

“Ya Allah, perbaikilah agamaku yang merupakan kunci kebaikan diriku, perbaikilah untukku duniaku yang menjadi tempat hidupku, dan perbaikilah untukku urusan akhiratku yang menjadi tempat kembaliku setelah kehidupan dunia, dan jadikan Ya Allah masa hidupku sebagai kesempatan untuk menambah setiap amal-amal kebaikan, dan jadikan kematianku sebagai peristirahatan dari segala macam keburukan.” (HR. Muslim)

6. Bertawakal

Menit ke-28:00 Hendaknya seorang mukmin bertawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tawakal yang sebenarnya. Karena Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman:

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, maka Allah akan berikan dia kecukupan.” (QS. At-Talaq[65]: 3)

Tatkala seorang mukmin bertawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tawakal yang benar, maka dia tidak mempedulikan musibah apa yang menimpa dirinya. Karena dia meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwasanya setiap musibah yang menimpa dirinya tidak keluar dari apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala takdirkan untuk dirinya.

7. Jangan mencari pamrih/terima kasih dari manusia

Menit ke-30:10 Seorang mukmin beramal karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, dalam rangka mencari ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika seseorang mencari pujian manusia, maka perkara tersebut akan membawa dia kepada jalan kesempitan hidup.

Maka seorang mukmin berusaha untuk beramal karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Meskipun tatkala dia bermuamalah bersama istrinya, bersama anak-anaknya, itu semua semata-mata mengharapkan wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan balasan dari istri ataupun anak-anak kita. Hal ini sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan tentang para Nabi dan Rasul tatkala berbuat ihsan di dunia. Mereka mengatakan:

إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا

“Sesungguhnya kami memberikan makan kalian semata-mata dalam rangka mengharapkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala, kami tidak mengharapkan balasan terima kasih kalian.” (QS. Al-Insan[76]: 9)

Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.

8. Semua kedzaliman ada balasannya

Menit ke-32:58 Hendaknya seorang muslim meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwasanya tatkala dia mendapatkan gangguan dari orang lain, maka jangan jadikan gangguan tersebut tersimpan dalam hati-hati kita. Dan meyakini bahwasanya gangguan orang lain terhadap diri kita hanya akan kembali kepada orang tersebut. Karena kedzaliman dan keburukan akan kembali kepada orang yang melakukannya. Tatkala seseorang berbuat dzalim kepada orang lain, maka hakekatnya dia sedang mendzalimi dirinya sendiri. Tatkala seseorang menyakiti orang lain, maka sejatinya dia menyakiti dirinya sendiri. Karena setiap perbuatan kedzaliman akan dibalas oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tatkala seorang mukmin mengilmui hakikat ini, bahwasanya setiap gangguan yang dia dapatkan dari orang lain pasti akan ada balasannya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak dia simpan dalam hatinya, maka insyaAllah hidupnya akan tenang dan lapang.

9. Bersemangat

Menit ke-1:34 Hendaknya seorang muslim bersungguh-sungguh di dalam mengerjakan amal-amal yang bermanfaat bagi dirinya. Baik bermanfaat untuk agama ataupun duniawiyyah kita.

احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ

“Bersungguh-sungguhlah untuk mencari perkara yang bermanfaat bagi dirimu, dan mintalah pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan jangan lemah. Ketika kalian tidak mendapatkan kebaikan yang kalian inginkan, maka jangan mengatakan ‘kalau seandainya begini dan begitu,’ tapi katakanlah ‘semua terjadi atas kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala.`” (HR. Muslim)

Sabda Nabi di atas bersifat umum (baik dalam urusan akhirat ataupun dunia).

Hadits yang agung di atas, kalau seandainya kita jadikan bahan di dalam membahas tentang kunci-kunci kebahagiaan, maka cukup satu hadits tersebut meliputi semua kunci-kunci kebahagiaan. Karena hadits di atas mengikat seorang mukmin untuk senantiasa menggantungkan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Hadits di atas mengikat orang-orang beriman dalam segala sesuatu hendaknya dikembalikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Minta pertolongan kepada Allah, dan tatkala tidak mendapatkan apa yang kita inginkan, maka dikembalikan kepada takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka seorang mukmin tatkala berusaha untuk isti’anah (minta pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) sebagaimana yang ditunjukkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam sabdanya وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ (dan mintalah pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala), dan sebagaimana yang kita baca dalam shalat:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Ya Allah hanya kepada Engkau kami beribadah, dan hanya kepada Engkau kami minta pertolongan.” (QS. Al-Fatihah[1]: 5)

Tatkala seorang mukmin berusaha untuk minta pertolongan kepada Allah, maka dengan izin Allah, Allah akan mudahkan semua urusannya.

Dan di dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam “jangan lemah”, terdapat isyarat kepada setiap orang-orang beriman untuk bersungguh-sungguh dalam beramal dan mencari pintu-pintu kebaikan. Seorang mukmin tidak boleh mudah putus asa di dalam mengejar kebaikan. Hendaknya kita berusaha semaksimal mungkin yang bisa kita usahakan untuk mencari jalan-jalan kebaikan. Baik kebaikan yang bersifat ukhrawiyyah (ini yang utama) ataupun kebaikan yang bersifat duniawiyyah.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga membimbing orang-orang beriman untuk berusaha melupakan hal-hal yang menyedihkan dirinya dari perkara-perkara yang telah dia lewati. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tatkala engkau tidak mendapatkan apa yang engkau inginkan, maka jangan mengatakan ‘kalau seandainya begini dan begitu`”.

Maka meninggalkan apa-apa yang kita dapatkan berupa kesempitan di masa lalu adalah di antara jalan kebahagiaan dan kelapangan hidup. Maka seorang mukmin berusaha untuk melupakan kesempitan-kesempitah hidupnya dimasa lalu dan dia berusaha menatap masa yang akan datang. Bagaimana dia berusaha untuk mencari kebaikan semaksimal yang bisa dia usahakan. Tatkala seseorang mampu mengamalkan hal tersebut, dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala hidupnya akan bahagia dan lapang.

10. Bermusyawarah

Menit ke-44:14 Seseorang sebelum dia melangkah mengerjakan apa yang hendak dia kerjakan hendaknya dia berusaha untuk bermusyawarah dengan ahli ilmu, dengan orang-orang yang berpengalaman. Selain dia juga berusaha untuk istikharah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, memohon untuk diberikan pilihan yang terbaik oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Musyawarah adalah perkara yang sangat agung dalam agama kita. Demi Allah saya merasa takjub tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan NabiNya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di dalam firmanNya:

وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ

“Dan bermusyawarah dengan sahabat-sahabat (wahai Muhammad) dalam mengambil satu keputusan.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 159)

Lihatlah bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam ayat tersebut memerintahkan NabiNya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk bermusyawarah dengan sahabat-sahabat beliau. Padahal Allah Maha Mampu untuk mengabarkan sesuatu kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Namun di dalam ayat tersebut terdapat pelajaran bagi orang-orang beriman tentang pentingnya musyawarah dengan ahli ilmu dan orang-orang yang memiliki pengalaman dalam masalah yang akan kita lakukan, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan NabiNya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk bermusyawarah dengan sahabat-sahabat beliau.

Oleh karenanya Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji orang-orang beriman tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang mereka:

وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ

“Dan urusan mereka ditetapkan dengan musyawarah di antara mereka.” (QS. Asy-Syura[42]: 38)

Oleh karenanya kita sangat  layak untuk berjalan di atas bimbingan Allah dan RasulNya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam perkara bermusyawarah. Hendaknya seorang suami bermusyawarah dengan istrinya, seorang istri bermusyawarah dengan suaminya. Dan bukan aib bagi seseorang bermusyawarah dengan anak-anaknya, minta pendapat mereka. Karena ini adalah petunjuk Allah dan RasulNya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Korelasi antara musyawarah dengan kebahagiaan adalah tatkala seseorang bermusyawarah maka akan merasakan ketenangan hati dalam mengambil satu keputusan. Ketika seseorang sudah berusaha bermusyawarah dan istikharah, kalaupun seandainya yang ia dapatkan ternyata tidak sesuai dengan yang dia harapkan, maka dia yakin bahwasannya pilihan itulah yang terbaik bagi dirinya. Dia juga tidak terjatuh dalam kesempitan karena telah berusaha untuk mencari sebab yang terbaik. Itulah sebab kenapa dibalik musyawarah ada kebaikan.

Download MP3 Kajian 10 Kunci Kebahagiaan


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/51915-10-kunci-kebahagiaan/